Jumat, 30 Oktober 2015

sejarah lukulo

kali ini saya akan membahas sejarah sungai Luk Ulo. oke ga usah berlama lama.
            Luk Ulo adalah sungai terbesar di Kebumen. Selain ”membelah” Kebumen menjadi dua wilayah dengan kultur sedikit berbeda, Luk Ulo juga menjadi tambang penghidupan bagi sebagian warga sekitarnya sebagai penambang pasir, batu hias, tukang perahu dll. 
Hasil di atas bagi kita sudah biasa, yang luar biasa adalah ternyata di perut Luk Ulo juga menyimpan harta karun yang tak diketahui banyak orang.
Penemuan harta karun tersebut berawal pada tahun 2005.
Konon, ada seorang tua dari Kasepuhan yang berencana membangun masjid dan pondok pesantren di daerah segitiga emas Majalengka. Pembangunan masjid dan pondok tersebut adalah untuk pendalaman dan penguatan agama Islam yang benar-benar sesuai dengan syari’at Islam. Untuk membangunnya, beliau tidak mau menerima sumbangan dari siapapun tetapi dengan swadaya murni dari jama’ahnya. 
Dari ”penginderaan jarak jauh -Eyang (demikian jama’ah memanggil beliau sebagai tokoh yang mereka hormati), maka diketahui ada banyak harta karun di dasar Luk Ulo yang bisa gali untuk membangun masjid tersebut. Maka, dimulailah proses pencarian harta karun dengan cara bermujahadah di lokasi yang ditengarai terdapat harta karun itu.
Kelompok pencari “harta karun” adalah anak buah dari “Eyang” yang berasal dari berbagai daerah seperti Purworejo, Yogyakarta, Purwodari, Jakarta bahkan dari Madura. Dalam penggalian yang memakan waktu lama, mereka yang menginap mendirikan rumah tenda di lokasi.
Setelah dilakukan penggalian, memang benar terdapat banyak kayu didalamnya, dan ternyata itulah “harta karun” yang dimaksud. Diperkirakan, umur kayu itu sudah ratusan tahun terpendam.
Walaupun hanya berupa kayu, proses penggalian dan pengambilan tidak semudah yang kita bayangkan. Diperlukan kerja keras karena kayu yang diperkirakan sudah terpendam itu sudah sangat keras. Disamping itu, pengambilan selalu disertai dengan mujahadah demi keselamatannya.
Penggalian pertama sedalam 3 meter pada tahun 2005 hanya mampu diangkat 1 pohon dengan volume setelah digergaji sekitar 7 M3. Pada penggalian kedua pada bulan Mei tahun 2008, diangkat sekitar 25 pohon dengan volume sekitar 13 M3. Diameter rata-rata sekitar 60 cm. Saat ini, sudah 3 truk kayu yang diangkut ke Majalengka.
CERITA MISTIS DIBALIK PENGAMBILAN KAYU
Banyak cerita mistis yang muncul dari proses pengambilan kayu-kayu tersebut. Percaya dan tidak adalah hak Anda, tetapi itulah yang terjadi dengan sebenar-benarnya dan sudah banyak yang membuktikan.
Sebelum penggalian, dilakukan beberapa kali mujahadah yang diikuti jama’ah dan juga sebagian masyarakat Peniron. Ketika muncul kayu yang pertama, ada yang memotong ranting dan dibawa pulang. Setelah itu, si pembawa tadi langsung jatuh sakit dan bermimpi aneh, dan setelah ranting itu dikembalikan, anak itu langsung sembuh.
Selain mujahadah, setiap pemotongan dan penggalian juga selalu disertai doa-doa khusus. Jika tidak, maka akan terjadi kesulitan seperti mesin potong rusak, kayu susah diangkat dan lain-lain.
Disamping itu, banyak yang bermimpi didatangi makhluk aneh semacam gendruwo atau jin yang konon sebagai penunggu kayu-kayu tersebut. Yang lebih aneh tapi benar-benar nyata, ditemukan sebilah keris dari kayu yang habis digali tersebut.
Itu sebagian cerita dibalik pengambilan “harta karun” tersebut. Adalah hak anda untuk tidak mempercayainya, atau lebih baiknya bertanya langsung pada sumber yang terlibat langsung.
Lepas dari itu, penemuan kayu-kayu yang bernilai ratusan juta tersebut adalah fenomena tersendiri di bumi Peniron. Perut Luk Ulo ternyata menyimpan harta tak terduga.
Memang aneh, kenapa dari dulu tidak ada yang mengetahui kalau di bantaran kali itu banyak timbunan kayu-kayu?
Apakah kayu-kayu itu kayu biasa yang terpendam karena proses alamiah? Berapa tahunkah proses itu? ataukah memang hanya bisa diteropong melalui cara metafisika?
Maka, jika dihubungkan dengan dekatnya wilayah Peniron dari Museum Geologi Karangsambung, mungkin penemuan kayu-kayu yang sudah seperti fosil ini pantas diteliti secara ilmiah. Dan masyarakat juga mendapatkan ilmu baru tentang logika dan geologi.
Narasumber : Triyono Adi, Kepala Desa Peniron.
sumber : https://penironku.wordpress.com/2008/07/02/harta-karun-di-perut-luk-ulo/
terimakasih atas perhatiannya, see you and goodbye

kemarau panjang di kebumen

Seperti yang kita ketahui semua, kemarau kali ini cukup panjang. Mungkin di daerah terpencil sangat kekeringan, tapi bagi yang berlangganan PDAM mungkin tidak merasakan krisis air. Seperti di daerah jemur, kebagoran, peniron dan desa desa lain yang kekurangan air bersih. Kemarau kali ini sangat mencekik sebagian wilayah karena mereka harus berebut air. ini mungkin yang di sebut seleksi alam teory darwin. Selain itu, di daerah pegunungan sangat krisis air. Jaraknya yang jauh dan akses yang kurang memadai membuat mereka harus sangat sangat menghemat air. Jika mereka akan mandi, mereka harus turun sekitar 2 kilometer,wow. Jalan yang mereka lewati bukan aspal atau stapak sperti layaknya track, tetapi jalan tanah dan bebatuan yang menembus hutan dan kebun singkong yang gersang. Memang ada bantuan air bersih, tapi itu hanya menjangkau sebagian wilayah. air bersih bantuan dari calon bupati ini tidak bisa di nikmati oleh warga yang belum terisolasi. mungkin di karenakan akses yang istimewa,wkwk. 
gambar kekeringan di desa jemur
oke, semoga informasi yang saya berikan bisa berguna buat kalian semua. oke saya bingung banget mau basa basi apa lagi. kita udahan aja ya, wkwk. yang jomblo pasti baper. terimakasih atas perhatian kalian yang mau mbaca ini, goodbye

Kamis, 29 Oktober 2015

kumpulan geguritan berbagai tema

Selamat pagi semua, mungkin udah ga pagi, tapi semangatnya harus semangat pagi dong. Apa sih geguritan ? geguritan itu puisi dalam bahasa jawa. Mungkin untuk kalian yang suka sastra atau ada tugas sekolah, ini bisa jadi referensi. Oke langsung aja ga usah lama lama.
Contoh geguritan :
                                                       1.) Pahlawanku
(R. Tantiningsih)
Pahlawanku
Wutahing ludirmu
Nyiram ibu pertiwi
Nadyan sang ibu
Kudu muwun sedhih
Karajang-rajang manahe
Karujit-rujit rasa pangrasane

Pahlawanku
Mugya Gusti paring nugraha
Semana gedhene bektimu
Jiwa raga, bandha donya
Tanpa sisa
Amung siji pangajabmu
Merdika



2.) Segara Aru
(Hisyam Z)


Bener, pener, yekti
Sliramu dadi seksi
Seksi pahlawan sejati
Pahlawan mulih aran awit bekti

Awit mangku jejibahan
Tugas luhur, jujur ing palagan
Ngemban amanat Trikora ayahan
Segara Aru biru lugu blak-blakan

Ngemu madu
Maduning bangsa satuhu
Kang Asma Yos Sudarso iku
Korban jiwa raga ing Segara Aru

Ludira kang wekasan
Kanggo nebus Irian
Yos Sudarso gugur kalayan
Asmanya misuwur ing bebrayan

Sliramu Aru
Seksi lugu
Seksi bisu
Satuhu baku



3.) Merapi
(Puthu Aryana)


Merapi...
Saka kadohan katon gagah
Asep putih ndedel ing awiyat
Tilas dalan lahar katon cetha
Kena sunare Hyang Bagaskara

Merapi...
Saumpama kowe bisa crita
Kabeh kadadean ing tanah Jawa
Wiwit jaman Mataram Kuna
Nganti madege Kraton Ngayogyakarta

Merapi...
Sliramu anyekseni kridhaning bangsa
Wiwit nalika ngusir penjajah Walanda
Jaman mardika jaman Soekarno
Nganti jaman Soeharto
Jaman Habibie tumekaning Megawati lan Susilo
Merapi dadi saksi




4.) Kembang Mlathi
(R. Widiyati)


Daksebar kembang mlathi
Ing Taman Makam Pahlawan
Kusuma Bangsa
kang sejati
Luhku tumetes... tes... netesi bumi
Aku rumangsa dosa

Durung bisa melu labuh negara
Amung sekar mlathi iki
Tandha setya lan janji
Bakal melu napak suci
Labuh nagri alelandhesan ati suci
Dadi pepenget Agustus iki dina mulya lan suci



5.) Api Abadi Mrapen
(R. Tantiningsih)


Latu kuwi, tansah murub
Ora nggubris kiwa tengene
Nadyan digrujug tirta
Nadyan maruta padha teka
Nanging latu kuwi ora surut

Latu kuwi, tansah murub
Kaya latu kang ana jero ati
Angel dipateni lan angel diadhemake

Latu kuwi, tansah murub
Ing mrapen dununge
Ninggal sejarah
Kanggo anak putu



6.) Kitir
(Sumono Sandy Asmon)


Kitir iki
Isi panantangku marang wengi
Sing kebacut anggone nguja sepi
Dolanan swarane asu baung nggeririsi

Kitir iki
Wujud pangundhamanaku marang awang-awang
Sing kebacut brangasan
Ngrentengi lintang, nguntal rembulan

Kitir iki
Srana gugatku marang isen-isening jagad
Sing pijer royokan brekat
Tan keguh njaluk ruwat



7.) Koran
(Harum Sunya Iswara)


Taktunggu tekamu
Saben dina ing omahku
Kabar kang daktunggu
Saka awakmu
Nambahi wawasanku
Mosak-masike donya
Maju mundure negara
Minangka warta
Koran minangka alat komunikasi
Kang kudu diwerdi
Mula ora ketinggalan informasi



8.) Wutah Getihku
(Mahardono Wuryantoro)


Gumelar jembar bumi asri
Sumunar sumringah sunare bagaskara
Padhang sumilak hanelai jagad Nuswantara
Bumi pusaka wus kawentar
Ombak-ombak samodra, kencana kang ngrenggani
Wutah getihku daktresnani

Kawulamu....
Guyub rukun anambut kardi
Jeroning swasana tentrem lan mardika
Gilig ing tekad manunggal
Cumithak jeroning ati, bebarengan ambangun

Aku lila....
Korban jiwa raga kanggo bumiku
Nadyan awak ajur dadi sawur
Lan getihku mblabar mili, netes ing bumi pertiwi
Labet raharjaning nagara

Lumantar iki....
Isining atiku ginurit
Prasetyaku thukul saka ati kang tulus
Njaga langgenging kamardikan
Donga pujiku kebak kaendahan, kanggo wutah getihku

9. Ibu


IBU
dening Yossanti

Tresna asih ibu
Ora ana kang bisa ngganteke
Kesabaran ibu kang kebak wutuh
Ora bisa daklaleke

Do’a ibu kang tulus
tansah ngiringi awakku
pengorbanane kang tanpa wates
ora bisa winales

Ibu . . .
pituturmu bakal dakrungu
tresna asihmu marang aku
ora bakal puput
Pandongaku ibu…
Muga Gusti tansah nyembadani

10. Apike Alam

Ati sing lara dadi waras
Yen ndeleng apike alam iki
Pikiran sing lesu dadi tuntas
Ndeleng ciptan sing Kuasa

Matur syukur marang Gusti
Sing wis nyiptake bumi iki
Lan saisine
Kita kudu ngrawat alam iki
Marang dunya kang luwih apik

Okeh, semoga informasi ini dapat berguna untuk kalian semua.  Terimakasih dan sampai jumpa.
Sumber : http://www.cara-wanita.com/2015/03/contoh-geguritan-bahasa-jawa.html


Rabu, 28 Oktober 2015

cara mendownload video di youtube tanpa IDM

alangkah sedihnya jika kita ingin mendownload video tapi ga punya IDM, jangan khawatir sobat. kini saya punya trik ampuh. caranya adalah dengan menambah ss di depan kata youtube di bagian atas, saya gak tau namanya .wkwkwk
oke semoga informasi ini dapat berguna untuk anda semuanya, ingat, download video yang jangan mengandung unsur porno, gunakan dengan bijak. terimakasih, goodbye

sejarah bahasa ngapak

Ora lah, jere sapa , aja kaya kuwe, enyong, madang, kepriwe, kencot, dll adalah sebagian kosakata unik dialek Ngapak. saya penasaran dengan asal-usul bahasa ngapak yang biasa di pake oleh warga yang menggunakannya. Kalau Anda belum tahu dialek Ngapak, dengarlah cara bicara Parto Patrio atau Cici Tegal. Dialek Ngapak ini mempunyai ciri khas dengan akhiran kata “a” tetap dibaca “a” bukan “o” , Contohnya: Sapa (Ind: Siapa) tetap dibaca Sapa. Selain itu akhiran kata “k” dilafalkan “k’’ yang mantap. Dialek Ngapak ini meliputi wilayah setengah provinsi Jawa Tengah (Cilacap, Tegal, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara, sebagian Wonosobo, Pemalang, sebagian Pekalongan), Cirebon, Indramayu, sebagian daerah Banten (Utara),. Saya dari kecil sudah menggunakan bahasa ngapak tetapi belum tahu sejarahnya, parah abis. kesimpulan mengenai bahasa Ngapak antara lain:
  •  Dialek Ngapak ini berhubungan dengan asal-usul orang Banyumas yang berasal dari Kutai yang kemudian mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh ini berdiri sebelum kerajaan Mataram Kuna. Menurut sejarah, Kerajaan Galuh adalah wilayah merdeka. Oleh sebab itu, saat itu wilayah Galuh disebut sebagai mancanegara oleh orang-orang Kerajaan Mataram. Kemungkinan karena inilah dialek Ngapak bebas dari pengaruh dialek “Mbandhek” / Jawa Wetanan.
  •  Dialek Ngapak ini diindikasikan sebagai bahasa Jawa yang masih terdapat unsur Bahasa Sansekerta. “Bhineka Tunggal Ika” merupakan salah satu contoh bahasa Sansekerta dengan akhiran tetap dibaca “a” sebagaimana dialek Ngapak.
  • Dialek Ngapak merupakan identitas kebudayaan suatu daerah yang bebas dari budaya feodalisme dan budaya asli yang bebas dari pengaruh rekayasa politik (Kerajaan). Hal ini dapat dilihat dari karakter khas orang Banyumas yang egaliter dan blakasuta (blak-blakan).
Berikut ini adalah detail penjelasan mengenai bahasa Ngapak.

Asal Usul Bahasa Ngapak

Masjid Agung Purwokerto Tempo Dulu

      Asal usul dialek Ngapak tidak terlepas dari sejarah asal usul orang Banyumas. Setelah ditelusuri lewat Wikipedia, nenek moyang orang Banyumas berasal dari Kutai, Kalimantan Timur pada masa pra-Hindu. Berdasarkan catatan Van Der Muelen, pada abad ke-3 sebelum Masehi pendatang tersebut mendaratdi  Cirebon kemudian masuk ke pedalaman. Sebagian menetap di Gunung Cermai dan sebagian lagi menetap di sekitar lereng Gunung Slamet serta lembah sungai Serayu. Pendatang yang menetap di gunung Cermai selanjutnya mengembangkan peradaban Sunda. Sedangkan pendatang yang menetap di sekitar gunung Slamet kemudian mendirikan kerajaan Galuh Purba. Kerajaan Galuh Purba diyakini sebagai kerajaan pertaman di Pulau Jawa dan keturunannya menjadi penguasa-penguasa di kerajaan Jawa selanjutnya.
Kerajaan Galuh Purba berdiri pada abad ke-1 Masehi di Gunung Slamet dan berkembang pada abad ke-6 Masehi dengan kerajaan-kerajaan kecil diantaranya:

  •       Kerajaan Galuh Rahyang lokasi di Brebes, ibukota di Medang Pangramesan.
  •      Kerajaan Galuh Kalangon lokasi di Roban, ibukota di Medang Pangramesan.
  •       Kerajaan Galuh Lalean lokasi di Cilacap, ibukota di Medang Kamulan.
  •       Kerajaan Galuh Tanduran lokasi di Pananjung, ibukota di Bagolo.
  •      Kerajaan Galuh Kumara lokasi di Tegal, ibukota di bagolo.
  •       Kerajaan Pataka, lokasi di Nanggalacah, ibukota di Pataka.
  •       Kerajaan Galuh Imbanagara lokasi di Barunay (Pabuaran), ibukota di Imbanagara.
  •       Kerajaan Galuh Kalingga lokasi di Bojong, ibukota di Karangkamulyan.
Kerajaan Galuh Purba mempunyai wilayah kekuasaan yang lumayan luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kedu, Kebumen, Kulonprogo, dan Purwodadi.

Berdasarkan prasasti Bogor, karena pamor kerajaan Galuh Purba menurun (kalah pamor dynasti Syailendra di Jawa Tengah yang mulai berkembang) kemudian ibukota kerajaan Galuh Purba pindah ke Kawali (dekat Garut) kemudian disebut Kerajaan Galuh Kawali.

Pada masa Purnawarman menjadi Raja Tarumanegara, kerajaan Galuh Kawali menjadi kerajaan bawahan Tarumanegara. Pada saat Tarumanegara diperintah oleh Raja Candrawarman, kerajaan Galuh Kawali kembali mendapatkan kekuasaannya kembali. Pada masa Tarumanegara diperintah oleh Raja Tarusbawa, Wretikandayun (raja Galuh Kawali) memisahkan diri (merdeka) dari Tarumanegara dan mendapat dukungan dari Kerajaan Kalingga, kemudian menjadi Kerajaan Galuh dengan pusat pemerintahan Banjar Pataruman. Kerajaan Galuh ini yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pajajaran  di Jawa barat.
Meskipun dalam perkembangannya Kerajaan Galuh Purba berkembang menjadi Kerajaan besar yaitu Kalingga di Jawa Tengah dan Galuh di Jawa Barat, hubungan keturunan Galuh Purba tetap terjalin dengan baik dan terjadi perkawinan antar Kerajaan sehingga muncul Dinasti Sanjaya yang kemudian mempunyai keturunan raja-raja di Jawa.

Berdasarkan kajian bahasa yang dilakukan oleh E. M Uhlenbeck, 1964, dalam bukunya: “A Critical Survey of Studies on the Language of Java and Madura”, The Hague: Martinus Nijhoff, bahasa yang digunakan oleh “keturunan Galuh Purba” masuk ke dalam Rumpun Basa Jawa Bagian Kulon yang meliputi: Sub Dialek Banten Lor, Sub Dialek Cirebon/Idramayu, Sub Dialek Tegalan, Sub Dialek Banyuma, Sub Dialek Bumiayu. Dialek inilah yang biasa disebut dengan Bahasa Jawa Ngapak.
(Sumber: Babad Banyumas diterjemahkan oleh 
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Jawa_Banyumasan)
Bahasa Ngapak Representasi Budaya Egaliter

Bagong, simbol Banyumas

Menurut sejarah, perkembangan bahasa Jawa menjadi berbagai tingkatan (Ngoko, Kromo, dan Kromo Inggil) merupakan produk budaya yang dipengaruhi oleh situasi/kondisi politik pada masa itu (Mataram).  Kemungkinan karena posisi Banyumas diantara Sunda dan Mataram menjadikan bahasa Banyumas lebih netral/bebas dari pengaruh Mataram. Menurut Ahmad Tohari (Budayawan Banyumas), secara historis bahasa Jawa Banyumasan merupakan turun lurus (vertikal) dari bahasa Jawa Tengahan/Kawi. Sedangkan bahasa Jawa Anyar logat Yogyakarta dan Surakarta merupakan turun menyamping (horisontal).
                                                                                                                                                                            Keegaliteran ini dapat dilihat dari karakter orang Banyumas yang Blakasuta (blak-blakan) yaitu apa adanya, tanpa basa-basi. Menurut, Priyadi (2000) budaya masyarakat Banyumas yang tercermin dalam bahasa Jawa Dialek Banyumasan adalah budaya tanggung atau marginal. Artinya dalam mengadopsi budaya Jawa dan Sunda sama-sama dangkal. Oleh karena itu, masyarakat Banyumas tidak lagi mempedulikan status sosial di masyarakat (ningrat/priyayi). Manusia Banyumas lebih suka menggalang sikap kesetaraan yang bersifat universal. Etika di masyarakat Banyumas dibangun atas dasar etika kemanusiaan yang dapat memunculkan kekuatan solidaritas Banyumas yang membedakan antara Jawa-Banyumas dan Jawa lainnya. Keegaliteran manusia Banyumas melahirkan prinsip kerukunan dijunjung tinggi dengan filosofisnya yakni ungkapan tenimbang pager wesi, mendhingan pager tai sehingga melahirkan prinsip aman dan tenteram. Hidup bertetangga berarti saling menjaga rasa aman dalam kehidupan kolektif. Sikap egaliter itu akan menjauhkan setiap individu dari sikap feodalisme yang menempatkan kedudukan, pangkat, dan harta sebagai kiblat hubungan sosial. Oleh karena itu, ungkapan orang desa seperti ngisor galeng, dhuwur galeng dijunjung tinggi. Masyarakat Banyumas mempunyai keyakinan bahwa semua makhluk hidup di mata Tuhan memiliki kedudukan yang sama. Namun, di lain sisi, etika kesetaraan juga telah membentuk masyarakat Banyumas yang menonjolkan sikap-sikap suka bercanda, berbicara tanpa memandang siapa yang diajak bicara, dimana berbicara, kapan berbicara. Priyadi (2000:12) menyebut dengan istilah berbicara secara penjorangan, semblothongan, atau glewehan yang berlebihan sehongga batas etika diabaikan demi suatu keakraban dengan orang lain sesama orang Banyumas. Oleh sebab itu, sering kita jumpai hubungan Banyumas antara orang yang lebih tua dengan yang lebih muda seperti hubungan pertemanan yang jarang dijumpai di daerah Jawa Wetan. (Sumber:http://baturraden.info/item/bahasa-banyumasan.html dan http://www.ki-demang.com/kbj5/index.php?option=com_content&view=article&id=1276&Itemid=1086)
Bahasa Ngapak dianggap Lucu atau Bahasa Rendahan
Karakter orang Banyumas yang egaliter merupakan sisi positif sehingga jarang kita temui orang Banyumas yang merendahkan/mengolok-olok bahasa atau dialek orang lain. Mungkin justru sebaliknya karena sikap feodalisme sebagian orang Jawa menganggap dialek bahasa Jawa Ngapak sebagai bahasa yang lucu dan rendahan. Ada pandangan stereotip yang menganggap sebagian besar generasi muda Banyumas merasa inferior (rendah diri) ketika menggunakan bahasa Ngapak. Hal ini bisa dilihat bagaimana bahasa yang digunakan oleh orang Banyumas saat berinteraksi dengan orang Jawa Wetan. Kalau tidak menyesuaikan diri dengan membandhekan ke-ngapakannya dipastikan menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan orang yang berbahasa Jawa Wetan. Menurut saya, ini bukanlah suatu hal yang negatif tetapi sebagai bentuk adaptasi orang Banyumas dengan orang dialek bahasa lain. Oleh sebab itu, sering saya temui orang Banyumas di Jakarta menggunakan dialek Betawi, orang Banyumas di Yogyakarta menggunakan dialek Mbandhek, dan ketika bertemu dengan orang sesama Banyumas kembali menggunakan bahasa dialek Ngapaknya. Justru suatu hal yang buruk jika sesama orang Banyumas berdialog dengan tidak menggunakan dialek Ngapaknya. Oleh sebab itu, saya menyarankan kepada generasi muda Banyumas untuk melestarikan dialek Ngapak dengan menggunakan dialek Ngapaknya saat ngobrol dengan sesama orang Banyumas. Selain itu, kepada sebagian orang yang menganggap dialek Ngapak sebagai bahasa Lucu atau Rendahan mari kita saling menghargai kebudayaan orang lain. (Sumber:http://kem.ami.or.id/2011/08/mempertahankan-bhineka-di-depan-tunggal-ika/).